Sebuah menara jam raksasa merekat erat di puncak gedung pencakar langit Abraj Al-Bait, Mekkah, Arab Saudi. Kabarnya, jam tersebut akan menjadi titik pusat waktu dunia, dengan nama Mekkah Mean Time (MMT). Bisakah MMT menggantikan posisi pusat waktu dunia selama in, yakni Greenwich Mean Time (GMT)?
Selama ini dunia lebih mengenal GMT sebagai referensi waktu dunia. GMT mulai berlaku sejak tahun 1884, di kota Greenwich, Inggris. Namun, belakangan ini GMT harus menerima saingan berat. Maklum, baru-baru ini pemerintah Arab Saudi mengklaim Mekkah lah yang seharusnya menjadi pusat waktu dunia, dengan alasan kota suci ini merupakan pusat dunia dan tidak memiliki kekuatan magnet. Kalau klaim ini diterima masyarakat dunia, otomatis Mekkah akan menjadi pusat waktu dunia dengan kode referensi waktu 0 MMT (Mekkah Mean Time).
Jam raksasa di Mekkah ini terletak di puncak gedung Abraj Al Bait (577 M), yang merupakan menara tertinggi kedua sedunia setelah menara Burj Khalita, Dubai (828 M). Jam megah di Mekkah ini dikenal juga sebagai Mecca Royal Clock, yang di sekitarnya terdapat hotel, mall, dan ruang konferensi. Jika jam ini menjadi acuan pusat waktu dunia, berarti 1,5 milyar muslim seantero dunia menyambutnya dengan suka cita.
Penetapan Mekkah sebagai pusat waktu dunia sebenarnya sudah menjadi wacana sejak lama bagi para ilmuwan muslim. Seperti yang dilansir oleh The Egyptian Scholars of the Sun and Space Reseach Center, yang bermarkas di Kairo Mesir, secara ilmiah kota Mekkah lebih tepat dijadikan pusat waktu dunia ketimbang Greenwich. Menurut ilmuwan sains, Dr Husain Kamaluddin, Mekkah adalah titik pusat bumi dengan mengacu pada perhitungan matematis peta dunia baru, berdasarkan kadiah yang disebut Spherical Triangle. Dr Husain menambahkan, sebenarnya dari dulu Mekkah berada di tengah-tengah bumi. Namun karena dari dulu Inggris menjajah banyak negara, mereka pun ingin mendapat pengakuan sebagai negeri yang yang memiliki pusat waktu dunia.
Media Asian Tribune edisi 15 Agustus 2010, mempertegas kemungkinan Mekkah menjadi pusat waktu dunia. Sesuai dengan hasil konferensi ilmiah di Doha, Qatar, tahun 2009, konferensi ini secara gamblang mengangkat judul “Mekkah Sebagai Pusat Bumi antara Teori dan Praktek. Sejumlah pakar astronomi, geologi, geografi, ilmuwan, dan sejumlah tokoh sepakat, sudah saatnya umat Islam mengganti acuan waktu ke Mekkah, bukan ke Greenwich, yang selama ini dikenal. Menurut mereka, Mekkah adalah meridian global yang paling tepat di bumi ini sehingga lebih pantas menjadi pusat dunia. “Menempatkan Mekkah sebagai referensi waktu adalah satu keniscayaan untuk menggantikan Greenwich Mean Time,” kata Mohammed al-Arkubi, General Manager Royal Makkah Tower Hotel, seperti yang dilansir Asian Tribune.
Dukungan Mekkah sebagai pusat waktu dunia meluncur juga dari ucapan Yusuf al-Qaradawi, ulama Mesir yang terkenal. Dalam sebuah acara televisi populer, Qaradawi menyebutkan, Mekkah berpotensi sangat besar menjadi meridian utama karena kawasan ini berada pada titik nol magnet. Hal ini diperkuat oleh beberapa ilmuwan Arab, seperti Abdel Baset al-Sayyed dary pusat Penelitian Nasional Mesir. “Jika seseorang melakukan perjalanan ke Mekkah atau tinggal di sana, dia bisa sehat karena kurang dipengaruhi gravitasi bumi. Di sana Anda bisa mendapatkan banyak energi,” kata al-Sayyed, seperti yang diberitakan telegraph.co.uk.
Meskipun kenyataannya sejumlah peneliti membenarkan bahwa Mekkah lantas menjad pusat waktu dunia, toh sejumlah astronom dan Ilmuwan dari Barat menentang pernyataan mereka. Menurutnya magnetik Kutub Utara sebenarnya pada garis bujur yang melewati Kanada, Amerika Serikat, Meksiko, dan Antartika. Jadi, tidak mungkin kalau Mekkah adalah zona nol magnet.
Entah benar atau tidak alasan para ilmuwan barat tersebut, tapi seyogyanya kita sebagai muslim tetap mendukung Mekkah sebagai pusat waktu dunia. Pasalnya, penelitian yang sudah berjalan sekarang ini mengindikasikan bahwa Mekkah memang berada di tengah-tengah bumi. Demikian juga dari sisi historis dan literatur sejarah Islam, dari dulu Mekkah menjadi referensi umat Islam dalam melaksanakan ibadah shalat, yaitu dengan kiblat. Dan fakta ini sudah disebutkan pada ayat-ayat al-Qur’an serta penentuannya sudah berlangsung lama, jauh sebelum berlakunya GMT, di London.
Sumber : http://arsitektur-alvian.blogspot.com/2010_12_01_archive.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar